Cinta Yang Tak Terbalas
Sore ini aku duduk di taman sekolah. Melihat teman-temanku yang sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang bermain basket, latihan dance, juga hanya sekedar lari-lari sore. Tak sengaja, mataku menangkap seorang cowok yang sedang membaca buku di salah satu bangku taman yang tak jauh dariku. Ia terlihat sangat santai dan tak terganggu dengan suara-suara musik ataupun teriakan penonton basket. Ia sangat berbeda. Aku penasaran dengan cowok tersebut. Aku belum pernah melihatnya di sekolah. Hampir semua murid di sekolah ini aku kenal. Mungkin cowok tersebut murid baru.
“ayo… Lagi apa?” tiba-tiba seseorang mengagetkanku.
“e.. eh gak lagi apa-apa kok” jawabku terkejut.
Ternyata sahabatku, Veren. Dia adalah teman sekaligus sahabat yang paling dekat denganku.
“oh ya.. tapi matamu menatap cowok yang duduk disana” goda Veren sambil melirik cowok tersebut.
“enggak, aku hanya penasaran saja dengan cowok itu”. Balasku sambil terus menatap cowok tersebut.
“kamu mengenalnya?” sambungku lagi
“hmm.. dia adalah cowok terpintar di sekolah ini, betul kamu gak kenal dia?” Tanya Veren dengan wajah penasaran.
“benarkah? Iya aku tak mengenalnya”
“baiklah akan aku jelaskan. Hm… dia adalah Calvin. Cowok terpintar di sekolah kita. Calvin sangat pendiam. Calvin sangat popular di kalangan cewek-cewek. Sikapnya yang cuek dan dingin membuat semua cewek meleleh” jelas Veren panjang lebar
“kamu serius? Tapi aku tak pernah melihatnya?” Tanyaku masih belum percaya
“benar Clara.” Jawab Veren setengah berteriak.
Baiklah, aku percaya. Ternyata dia adalah cowok terpintar di sekolah, tapi aku tak pernah melihatnya. Ada rasa yang berbeda saat aku menatapnya. Rasa nyaman dan selalu ingin bersamanya. Oh Tuhan, apa yang terjadi padaku.
“e.. eh gak lagi apa-apa kok” jawabku terkejut.
Ternyata sahabatku, Veren. Dia adalah teman sekaligus sahabat yang paling dekat denganku.
“oh ya.. tapi matamu menatap cowok yang duduk disana” goda Veren sambil melirik cowok tersebut.
“enggak, aku hanya penasaran saja dengan cowok itu”. Balasku sambil terus menatap cowok tersebut.
“kamu mengenalnya?” sambungku lagi
“hmm.. dia adalah cowok terpintar di sekolah ini, betul kamu gak kenal dia?” Tanya Veren dengan wajah penasaran.
“benarkah? Iya aku tak mengenalnya”
“baiklah akan aku jelaskan. Hm… dia adalah Calvin. Cowok terpintar di sekolah kita. Calvin sangat pendiam. Calvin sangat popular di kalangan cewek-cewek. Sikapnya yang cuek dan dingin membuat semua cewek meleleh” jelas Veren panjang lebar
“kamu serius? Tapi aku tak pernah melihatnya?” Tanyaku masih belum percaya
“benar Clara.” Jawab Veren setengah berteriak.
Baiklah, aku percaya. Ternyata dia adalah cowok terpintar di sekolah, tapi aku tak pernah melihatnya. Ada rasa yang berbeda saat aku menatapnya. Rasa nyaman dan selalu ingin bersamanya. Oh Tuhan, apa yang terjadi padaku.
Sinar mentari mengusik tidurku, membuatku terbangun dari alam mimpiku. Ternyata sudah pagi. Aku langsung bergegas meninggalkan tempat tidur dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah, tak sengaja aku menabrak seseorang.
“so.. sorry. aku gak sengaja” ujarku sambil meminta maaf pada orang tersebut.
“hm… lain kali matanya itu dipakai” jawab cowok tersebut dingin lalu meninggalkanku.
Sombong sekali cowok tersebut. Aku baru tersadar, cowok itu adalah kapten basket di sekolahku sekaligus kakak kelasku. Rangga Dwi Putera, cowok super cuek dan sombong. Jujur, dulu aku pernah suka sih sama kak Rangga. Dia itu putih, tinggi, ganteng, juga keren. Siapa sih yang gak mau sama dia.
“so.. sorry. aku gak sengaja” ujarku sambil meminta maaf pada orang tersebut.
“hm… lain kali matanya itu dipakai” jawab cowok tersebut dingin lalu meninggalkanku.
Sombong sekali cowok tersebut. Aku baru tersadar, cowok itu adalah kapten basket di sekolahku sekaligus kakak kelasku. Rangga Dwi Putera, cowok super cuek dan sombong. Jujur, dulu aku pernah suka sih sama kak Rangga. Dia itu putih, tinggi, ganteng, juga keren. Siapa sih yang gak mau sama dia.
Bel berbunyi, tandanya kelas telah dimulai. Aku langsung menuju ke kelasku. Untung saja aku gak telat, karena mikirin kak Rangga. Ternyata, Pak Hendra, guru Fisika sudah datang. Waktunya pelajaran dimulai.
“kamu kenal kapten tim basket kita gak?” Tanya di sela-sela pelajaran
“kak Rangga? Kenapa? Kamu naksir dia ya?” ledek veren
“ENGGAK” jawabku sambil berteriak.
Tanpa ku sadari, semua mata menuju ke arahku, aduh… aku berteriak terlalu kencang.
“Clara… ada apa?” Tanya Pak Hendra
“e..enggak ada apa-apa pak” jawabku takut diberi hukuman.
“Clara, kamu bapak beri hukuman, karena kamu sudah mengganggu kelas bapak” perintah pak Hendra dengan mata mendelik
“ta.. tapi Pak”
“gak ada tapi-tapian, cepat kamu keluar kelas, bediri di depan pintu sampai pelajaran selesai” jelas pak Hendra.
“kamu kenal kapten tim basket kita gak?” Tanya di sela-sela pelajaran
“kak Rangga? Kenapa? Kamu naksir dia ya?” ledek veren
“ENGGAK” jawabku sambil berteriak.
Tanpa ku sadari, semua mata menuju ke arahku, aduh… aku berteriak terlalu kencang.
“Clara… ada apa?” Tanya Pak Hendra
“e..enggak ada apa-apa pak” jawabku takut diberi hukuman.
“Clara, kamu bapak beri hukuman, karena kamu sudah mengganggu kelas bapak” perintah pak Hendra dengan mata mendelik
“ta.. tapi Pak”
“gak ada tapi-tapian, cepat kamu keluar kelas, bediri di depan pintu sampai pelajaran selesai” jelas pak Hendra.
Aku langsung keluar kelas dan berdiri di depan pintu, sebenarnya Veren juga kena hukuman, tapi veren juga, tapi ya si veren gak kedengaran suaranya. Awas saja kamu veren. Tiba-tiba…
“dihukum juga?” Tanya seseorang sambil menghampiriku
Ternyata si kapten basket, kak Rangga.
“menurutmu?” jawabku.
“lagi berdiri” jawab kak Rangga santai.
“nama lo siapa?” Tanya kak Rangga lagi.
“clara, kenapa?”
“oh.. gue Rangga. Oh ya, soal tadi gue minta maaf ya”
Minta maaf? Oh, ya aku baru ingat
“hm… gimana ya? Yaudah lah” jawabku memaafkannya
Asyik juga ngobrol dengan kak Rangga. Walaupun terlihat dingin, tapi orangnya itu baik dan ramah. Tapi, mengapa saat aku menatap kak Rangga hatiku biasa saja, tak seperti aku menatap cowok kemarin itu. Aduh… kenapa aku memikirkan mereka.
“dihukum juga?” Tanya seseorang sambil menghampiriku
Ternyata si kapten basket, kak Rangga.
“menurutmu?” jawabku.
“lagi berdiri” jawab kak Rangga santai.
“nama lo siapa?” Tanya kak Rangga lagi.
“clara, kenapa?”
“oh.. gue Rangga. Oh ya, soal tadi gue minta maaf ya”
Minta maaf? Oh, ya aku baru ingat
“hm… gimana ya? Yaudah lah” jawabku memaafkannya
Asyik juga ngobrol dengan kak Rangga. Walaupun terlihat dingin, tapi orangnya itu baik dan ramah. Tapi, mengapa saat aku menatap kak Rangga hatiku biasa saja, tak seperti aku menatap cowok kemarin itu. Aduh… kenapa aku memikirkan mereka.
“kring.. kring. kring” bel berbunyi, tandanya pelajaran sudah selesai dan waktunya istirahat.
“gimana hukumannya?” Tanya veren santai.
“enak banget” jawabku cuek.
“clara yang cantik, jangan marah dong, tadi kan memang salahmu. Kalau begitu mau ku traktir kebab?” bujuk veren dengan mentraktirkanku kebab, makanan favoritku.
“hm… Boleh juga” jawabku langsung mengiyakan
“gimana hukumannya?” Tanya veren santai.
“enak banget” jawabku cuek.
“clara yang cantik, jangan marah dong, tadi kan memang salahmu. Kalau begitu mau ku traktir kebab?” bujuk veren dengan mentraktirkanku kebab, makanan favoritku.
“hm… Boleh juga” jawabku langsung mengiyakan
Kami langsung menuju ke kantin sekolah. Sesampainya di kantin, mataku menangkap cowok yang kemarin di taman, ia sedang berbicara dengan temannya. Hatiku berdebar tak karuan… Tuhan, apakah ini. Apakah ini yang dinamakan cinta? Apakah aku jatuh cinta dengan cowok yang bernama Calvin itu? Tanyaku dalam batin.
“ini kebabnya. Lagi mikirin apa sih?” Tanya veren sambil menyodorkan kebab pesananku
“hm… Makasih. Veren, gimana sih rasanya jatuh cinta?”
“jatuh cinta? Ayo dengan siapa?”
“jawab dulu pertanyaanku”
“rasanya jatuh cinta itu hati kita berdebar-debar saat melihatnya. Rasanya ingin selalu dekat dengan dia” jelas veren
“oh”
“boleh aku curhat?” tanyaku pada veren.
“boleh dong. Apa?”
“saat aku lihat Calvin, hatiku berdebar-debar. Rasanya aku ingin selalu bersamanya”
“kamu serius? Itu namanya kamu jatuh cinta sama dia. Tapi ada satu peringatan untukmu, jatuh cinta itu harus siap dengan patah hati.” Jelas veren lagi
“hmmm” jawabku sangat singkat.
“hm… Makasih. Veren, gimana sih rasanya jatuh cinta?”
“jatuh cinta? Ayo dengan siapa?”
“jawab dulu pertanyaanku”
“rasanya jatuh cinta itu hati kita berdebar-debar saat melihatnya. Rasanya ingin selalu dekat dengan dia” jelas veren
“oh”
“boleh aku curhat?” tanyaku pada veren.
“boleh dong. Apa?”
“saat aku lihat Calvin, hatiku berdebar-debar. Rasanya aku ingin selalu bersamanya”
“kamu serius? Itu namanya kamu jatuh cinta sama dia. Tapi ada satu peringatan untukmu, jatuh cinta itu harus siap dengan patah hati.” Jelas veren lagi
“hmmm” jawabku sangat singkat.
Keesokan harinya, veren mengirim pesan untukku.
From: veren
Clara, coba deh kamu pergi ke taman dekat mall biasa kita pergi
Clara, coba deh kamu pergi ke taman dekat mall biasa kita pergi
To: veren
Ada apa? Baiklah aku kesana.
Ada apa? Baiklah aku kesana.
Tanpa waktu lama, aku langsung menuju ke taman yang dikatakan Veren. Aku sangat penasaran ada apa di taman tersebut. Sesampainya di taman, aku melihat 2 insan sedang bercanda. Aku mengenal cowok tersebut, dia… Calvin.
Hatiku terasa perih, mataku memerah. Aku percaya itu mungkin sahabat Calvin, tapi mereka terlihat begitu akrab, sampai sesuatu membuatku sangat percaya.
Hatiku terasa perih, mataku memerah. Aku percaya itu mungkin sahabat Calvin, tapi mereka terlihat begitu akrab, sampai sesuatu membuatku sangat percaya.
“sayang, kita pulang yuk” ujar cewek yang berada di samping Calvin.
Tidak, aku tak percaya. Aku terlalu mencintainya walau pertemuan dengannya sangat singkat. Aku tak tahan lagi, aku berlari meninggalkan mereka, tanpa kusadari air mataku mulai jatuh. Aku duduk di danau tempat dimana aku mencurahkan semua yang kurasa. Aku baru ingat kata veren “jatuh cinta itu harus siap dengan patah hati” dan sekarang, itu terjadi padaku. Aku harus siap dengan semua ini. Walau terasa sangat menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar