Over Stupid (Part 1)
Hal baru mulai gue alami ketika gue terdaftar menjadi salah satu siswa baru SMK Harapan Muda. Hal baru tersebut antara lain: teman sekelas gue yang laki-laki semua, super jahil, suka j*di, suka nggak buat PR, dan bangga sekali kalau dibilang anak nakal. Sekolah ini adalah sekolah swasta muda yang baru berumur tiga tahun. Dengan suasana gersang dan hanya ada sedikit pemandangan yang menarik hati. Karena perbandingan cewek dan cowok di sekolah ini hanyalah 1:10. Memprihatinkan bukan?
Oh iya kenalin dulu. Kalau dalam kamus gue halaman tujuh belas ribu enam ratus delapan puluh satu, mengatakan bahwa tak kenal maka tak tahu. Gue adalah Gideon Dobhi Wahyudhiarta. Gue adalah orang yang gemar sekali bermain bola. Sempet sih gue bercita-cita menjadi pemain sepak bola, tapi cita-citaku yang satu itu hanyalah setinggi tanah, malah mungkin lebih rendah dari tanah. Gue juga suka bermain alat musik dan dengerin lagu. Semua jenis lagu genre apapun gue punya, kecuali jazz dan lagu jadul-jadul yang bikin sedih kalau didengerin.
Kembali lagi ke cerita. Pada tahun 2011 bulan Juli, sekolah gue ditunjuk sebagai petugas PASKIBRA Kecamatan untuk upacara hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus. Petugasnya dipilih oleh para tentara yang datang ke sekolah gue, mereka yang dipilih kebanyakan adalah anak-anak kelas sepuluh dan salah satunya adalah gue.
Saat itu suasananya adalah pada saat kemah bakti SMK Harapan Muda. Lima tentara datang ke sekolah gue pada hari kedua acara kemah.
Saat itu suasananya adalah pada saat kemah bakti SMK Harapan Muda. Lima tentara datang ke sekolah gue pada hari kedua acara kemah.
“Perhatian! Untuk seluruh peserta didik SMK Harapan Muda kelas sepuluh harap untuk segera berbaris di lapangan upacara! Saya hitung 10 detik apabila tidak segera hadir akan saya ceburkan ke sawah samping sekolah kalian!” teriakkan dari bapak tentara membuat gue dan temen-temen gue lari belepotan menuju lapangan upacara.
“Ayo cepat cepat! Kamu jadi laki-laki kok lembek!” teriak salah satu tentara yang membuat seluruh anak kelas sepuluh yang sedang istirahat saat itu semakin terpontang-panting menuju lapangan. Mereka yang hanya menyisakan celana di badan pun harus rela untuk lari dan nggak sempat berpikir untuk memakai baju.
“Gila men! Ini kemah apa mau perang sih?” tanya Ucok temen sekelompok gue.
“Udah lu ikutin aja” jawab gue singkat.
“Ayo cepat cepat! Kamu jadi laki-laki kok lembek!” teriak salah satu tentara yang membuat seluruh anak kelas sepuluh yang sedang istirahat saat itu semakin terpontang-panting menuju lapangan. Mereka yang hanya menyisakan celana di badan pun harus rela untuk lari dan nggak sempat berpikir untuk memakai baju.
“Gila men! Ini kemah apa mau perang sih?” tanya Ucok temen sekelompok gue.
“Udah lu ikutin aja” jawab gue singkat.
Setelah semuanya berkumpul di lapangan. Salah satu tentara kembali berteriak.
“Pimpinan saya ambil alih semuanya siaaap grrak! Istirahat di tempat grak!”
“Kira-kira kita mau diapain ya?” bisik Ucok.
“Udah lu diem aja ahh! Atau gue sumbat bibir lu pake celana dalem gue?” balas gue agak keras yang membuat salah satu bapak tentara melangkahkan kakinya menuju ke tempat gue.
“Siapa suruh bicara?” bentak Pak Tentara.
“Nggak ada kok, pak!” jawab Ucok dengan santainya. Sedangkan gue hanya mampu menunduk meratapi apa yang sedang terjadi. “Gila bener ni Ucok. Gampar mati lu.” Pikir gue dalam hati.
“Kalo udah disiapkan itu ya diam. Sikap badan tegap!” himbau Pak Tentara.
“Oke oke pak.” Ucok kembali membalasnya dengan santai dan beruntung dia nggak dimangsa oleh pak tentara.
“Pimpinan saya ambil alih semuanya siaaap grrak! Istirahat di tempat grak!”
“Kira-kira kita mau diapain ya?” bisik Ucok.
“Udah lu diem aja ahh! Atau gue sumbat bibir lu pake celana dalem gue?” balas gue agak keras yang membuat salah satu bapak tentara melangkahkan kakinya menuju ke tempat gue.
“Siapa suruh bicara?” bentak Pak Tentara.
“Nggak ada kok, pak!” jawab Ucok dengan santainya. Sedangkan gue hanya mampu menunduk meratapi apa yang sedang terjadi. “Gila bener ni Ucok. Gampar mati lu.” Pikir gue dalam hati.
“Kalo udah disiapkan itu ya diam. Sikap badan tegap!” himbau Pak Tentara.
“Oke oke pak.” Ucok kembali membalasnya dengan santai dan beruntung dia nggak dimangsa oleh pak tentara.
Kemudian Pak Shindarto, nama bapak tentara yang berada di hadapan kami semua. Dengan sikap gagah nan berwibawanya itu berceramah kepada kami di bawah tiang bendera. “Hari ini, saya akan memilih para calon anggota paskibra kecamatan. Barangsiapa yang saya tunjuk, nanti langsung maju ke depan. Akan tetapi kalau ada yang masih ragu untuk maju ke depan silahkan mundur. Saya hanya berpesan, kalau anda benar-benar ingin jadi orang hebat, jangan mundur sebelum anda mencoba terlebih dahulu! Banyak ilmu yang nanti akan kalian dapatkan di Paskibra. Jelas ini?”
“Siap jelas!” seru seluruh siswa.
“Siap jelas!” seru seluruh siswa.
Mulailah satu per satu dari kami ditunjuk untuk maju di depan barisan semula. Mereka yang dipilih adalah yang berbadan gagah dan tentunya tinggi juga.
“Hey, nama kamu siapa?” tanya Pak Shindarto tepat di depan muka gue.
“Siap! Gideon!” jawab gue dengan lantang. Gue pernah diajari waktu di SMP cara menyampaikan instruksi ala militer. Baris-berbaris juga pernah gue pelajari waktu SMP.
“Gideon, apakah kamu bersedia menjadi anggota paskibra? Kalau mau, silahkan maju ke depan! Ingat, semuanya terserah kepada hati dan pikiran kamu.” Jelas Pak Shindarto.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Pak Shindarto, entah kenapa kaki gue langsung membawa gue maju bergabung bersama temen-temen gue di depan. Gue memang suka dengan hal-hal yang baru. Untuk itu paskibra merupakan pengalaman yang baru buat gue dan nggak bakal gue lewatkan begitu saja.
“Hey, nama kamu siapa?” tanya Pak Shindarto tepat di depan muka gue.
“Siap! Gideon!” jawab gue dengan lantang. Gue pernah diajari waktu di SMP cara menyampaikan instruksi ala militer. Baris-berbaris juga pernah gue pelajari waktu SMP.
“Gideon, apakah kamu bersedia menjadi anggota paskibra? Kalau mau, silahkan maju ke depan! Ingat, semuanya terserah kepada hati dan pikiran kamu.” Jelas Pak Shindarto.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Pak Shindarto, entah kenapa kaki gue langsung membawa gue maju bergabung bersama temen-temen gue di depan. Gue memang suka dengan hal-hal yang baru. Untuk itu paskibra merupakan pengalaman yang baru buat gue dan nggak bakal gue lewatkan begitu saja.
Menginjak satu bulan sebelum upacara dilaksanakan. Latihan demi latihan mulai kami jalani dan saat itu tepat menginjak bulan puasa. Nah, dari paskibra itulah, gue mulai kenal dengan beberapa temen gue yang kebetulan juga suka bermain alat musik.
Saat itu kondisi sedang istirahat dan kami berkumpul bersama di bawah pohon besar. Gue sedang ndengerin musik dan ditemani Wawan temen gue. Tiba-tiba, salah seorang anggota paskibra yang tadinya duduk agak jauh dari gue berdiri beranjak dari tempat duduknya dan pindah mendekat ke tempat duduk gue. Dia kemudian duduk dan memulai percakapan.
“Lagunya tipe-x ya?” tanya salah seorang yang saat itu masih asing buat gue. “Iya,” jawab gue singkat.
“Kenalin nama gue Arya.” Arya memulai membuka perkenalan. Dengan wajah tuanya, gue pikir dia adalah kakak kelas gue. Ternyata dia juga masih kelas sepuluh.
“Gue Gideon. Suka sama tipe-x ya, bro?” Gue mencoba membuka percakapan.
“Enggak, Cuma sekedar tahu aja. Kalo gue sukanya sama lagu-lagu pop melayu kayak ST12 gitu! Gue sering nyanyiin di rumah pake gitar kesayangan gue di rumah.” Jelas Arya.
“Suka main gitar juga ya ternyata. Aku juga sering main gitar di rumah. Tapi aku lebih suka lagu-lagu bergenre pop punk sih.” Sambung gue. Tak lama kemudian, teman Arya datang dan duduk di samping Arya.
“Dari mana lu?” tanya Arya kepada temannya.
“Dari beli minum. Haus banget! Lu pengen?” jawab teman Arya dengan muka sedikit menggoda Arya agar membatalkan puasanya.
“Gile lu ahh! Iman gue masih kuat men! Ehh Gideon, kenalin ini Satrio, dia juga pinter mainin gitar. Dia ini fans beratnya Asking Alexandria. Itu lho band hardcore yang populer di dunia.” jelas Arya kepada gue. Gue dan satrio kemudian berjabat tangan.
“Nggak nyangka ya! Ternyata banyak orang yang bisa mainin gitar. Gue kira, gue termasuk orang yang beruntung dan berbakat bisa mainin gitar. Ternyata banyak yang bisa kayak gue.”
“Alat musik yang paling mudah dimainin ya gitar ini mas bro! Asal pandai memainkan jemari, gue yakin langsung bisa kayak sungha jung!” jelas Satrio yang membuat hati gue berfikir akan kata-katanya tadi.
Mendengar Arya dan Satrio juga bisa mainin alat musik, gue jadi berfikir untuk membuat grup band. Arya dan Satrio bisa megang rhytem, sedangkan gue bass. Walaupun gue belum pernah mainin bass, tapi gue pernah diajari sama om gue bagaimana teknik dasar bermain bass. Mungkin seiring waktu berjalan kalau gue tekun dan semangat pasti gue mudah bisa.
Saat itu kondisi sedang istirahat dan kami berkumpul bersama di bawah pohon besar. Gue sedang ndengerin musik dan ditemani Wawan temen gue. Tiba-tiba, salah seorang anggota paskibra yang tadinya duduk agak jauh dari gue berdiri beranjak dari tempat duduknya dan pindah mendekat ke tempat duduk gue. Dia kemudian duduk dan memulai percakapan.
“Lagunya tipe-x ya?” tanya salah seorang yang saat itu masih asing buat gue. “Iya,” jawab gue singkat.
“Kenalin nama gue Arya.” Arya memulai membuka perkenalan. Dengan wajah tuanya, gue pikir dia adalah kakak kelas gue. Ternyata dia juga masih kelas sepuluh.
“Gue Gideon. Suka sama tipe-x ya, bro?” Gue mencoba membuka percakapan.
“Enggak, Cuma sekedar tahu aja. Kalo gue sukanya sama lagu-lagu pop melayu kayak ST12 gitu! Gue sering nyanyiin di rumah pake gitar kesayangan gue di rumah.” Jelas Arya.
“Suka main gitar juga ya ternyata. Aku juga sering main gitar di rumah. Tapi aku lebih suka lagu-lagu bergenre pop punk sih.” Sambung gue. Tak lama kemudian, teman Arya datang dan duduk di samping Arya.
“Dari mana lu?” tanya Arya kepada temannya.
“Dari beli minum. Haus banget! Lu pengen?” jawab teman Arya dengan muka sedikit menggoda Arya agar membatalkan puasanya.
“Gile lu ahh! Iman gue masih kuat men! Ehh Gideon, kenalin ini Satrio, dia juga pinter mainin gitar. Dia ini fans beratnya Asking Alexandria. Itu lho band hardcore yang populer di dunia.” jelas Arya kepada gue. Gue dan satrio kemudian berjabat tangan.
“Nggak nyangka ya! Ternyata banyak orang yang bisa mainin gitar. Gue kira, gue termasuk orang yang beruntung dan berbakat bisa mainin gitar. Ternyata banyak yang bisa kayak gue.”
“Alat musik yang paling mudah dimainin ya gitar ini mas bro! Asal pandai memainkan jemari, gue yakin langsung bisa kayak sungha jung!” jelas Satrio yang membuat hati gue berfikir akan kata-katanya tadi.
Mendengar Arya dan Satrio juga bisa mainin alat musik, gue jadi berfikir untuk membuat grup band. Arya dan Satrio bisa megang rhytem, sedangkan gue bass. Walaupun gue belum pernah mainin bass, tapi gue pernah diajari sama om gue bagaimana teknik dasar bermain bass. Mungkin seiring waktu berjalan kalau gue tekun dan semangat pasti gue mudah bisa.
“Eh men! Gimana kalo kita bikin grup band? Arya kan nanti bisa megang melody, Satrio bisa megang rhytem. Sedangkan gue nanti yang jadi bassis. Nah, tinggal nyari vokalis sama drummer. Gimana men?”
Mendengar hal tersebut. Dua anak manusia itu tidak langsung menjawab pertanyaan gue. Mereka berfikir sejenak, kira-kira sekitar dua jam bagi mereka untuk sanggup menjawab pertanyaan tersebut. mereka berfikir seperti pak presiden yang sedang memikirkan bencana yang banyak menimpa warganya saat ini.
Dan sampai pada waktunya mereka sanggup menjawab.
“Gimana ya?” sebuah jawaban yang keren dari Arya. Berpikir panjang dan hanya mengeluarkan kata-kata tersebut.
“Nyari drummer sama vokalis itu susah lho!” dan sebuah jawaban yang luar biasa membuat saya bingung dari Satrio. Akhirnya gue menyambungnya dengan kata-kata pasrah.
“Ohh iya emang sih! Ya sudah nggak jadi aja! huh”
Akhirnya Wawan yang dari tadi hanya diam membuta di samping gue akhirnya angkat bicara, dan dia sukses memecahkan kepasrahan gue. Wawan berbicara ke gue. “Eiits, lo lupa ya kalau ada gue di sini? Lo pura-pura nggak inget ya kalo gue bisa ngedrum? Yaahh walaupun cuman sedikit-sedikit tapi kalo sering dilatih kan jadi bisa”. Selang beberapa detik Wawan kembali berkata, “Dan lo juga ngga ingat kalo kita juga punya temen yang suaranya merdu bagaikan kembaran Raisa?”
“Ohh iya, Wan! Elo kan dulu pernah ngedrum kan? Walaupun akhirnya gagal manggung karena tangan lo keseleo pas SMP. Tapi siapa sih temen kita yang bisa nyanyi bagus?” gue bertanya ke Wawan dengan sangat penasaran.
“Itu lho si Novia. Masak lu nggak ingat pas dia nyanyi di acara Wasana Warsa SMP sih. Suaranya kan persis Raisa.”
“Oohh Novia, iya bener banget lu! Sungguh beruntung punya temen kayak elu bro! Gue yakin lo bisa jadi drummer handal nanti! Semangat kawan!”
Mendengar hal tersebut. Dua anak manusia itu tidak langsung menjawab pertanyaan gue. Mereka berfikir sejenak, kira-kira sekitar dua jam bagi mereka untuk sanggup menjawab pertanyaan tersebut. mereka berfikir seperti pak presiden yang sedang memikirkan bencana yang banyak menimpa warganya saat ini.
Dan sampai pada waktunya mereka sanggup menjawab.
“Gimana ya?” sebuah jawaban yang keren dari Arya. Berpikir panjang dan hanya mengeluarkan kata-kata tersebut.
“Nyari drummer sama vokalis itu susah lho!” dan sebuah jawaban yang luar biasa membuat saya bingung dari Satrio. Akhirnya gue menyambungnya dengan kata-kata pasrah.
“Ohh iya emang sih! Ya sudah nggak jadi aja! huh”
Akhirnya Wawan yang dari tadi hanya diam membuta di samping gue akhirnya angkat bicara, dan dia sukses memecahkan kepasrahan gue. Wawan berbicara ke gue. “Eiits, lo lupa ya kalau ada gue di sini? Lo pura-pura nggak inget ya kalo gue bisa ngedrum? Yaahh walaupun cuman sedikit-sedikit tapi kalo sering dilatih kan jadi bisa”. Selang beberapa detik Wawan kembali berkata, “Dan lo juga ngga ingat kalo kita juga punya temen yang suaranya merdu bagaikan kembaran Raisa?”
“Ohh iya, Wan! Elo kan dulu pernah ngedrum kan? Walaupun akhirnya gagal manggung karena tangan lo keseleo pas SMP. Tapi siapa sih temen kita yang bisa nyanyi bagus?” gue bertanya ke Wawan dengan sangat penasaran.
“Itu lho si Novia. Masak lu nggak ingat pas dia nyanyi di acara Wasana Warsa SMP sih. Suaranya kan persis Raisa.”
“Oohh Novia, iya bener banget lu! Sungguh beruntung punya temen kayak elu bro! Gue yakin lo bisa jadi drummer handal nanti! Semangat kawan!”
Akhirnya kita sepakat untuk membentuk sebuah grup band. Nanti siang tinggal menunggu kepastian kalau Novia juga mau ikut bergabung dengan band kami. Tak lama kemudian, Pak tentara memanggil seluruh pasukan paskibra untuk kembali berlatih. Gue langsung beranjak dari tempat duduk dan tidak sabar untuk menunggu waktu siang hari dimana nasib band bentukan gue dipertaruhkan.
Siang akhirnya tiba dan kami berkumpul di kantin dekat lapangan sekolah. Tanpa berpikir panjang, gue langsung bertanya ke Wawan. “Gimana wan? Novia mau nggak?”
“Tanya sendiri tuh sama anaknya.” Wawan menyuruh gue untuk langsung bertanya ke Novia. Kebetulan Novia juga anggota paskibra kecamatan. Setelah Novia mendekati kami, gue langsung membuka percakapan.
“Halo Novia. Apa kabar?” gue mencoba bosa-basi terlebih dahulu.
“Baik. Kata Wawan gue disuruh ikutan grup band kalian ya?” tanya Novia langsung ke pokok pembicaraan.
“Iya nov. Gimana? Kamu mau nggak?” balas gue ke Novia.
“Sebenarnya sih gue…” Novia menjawab dengan nada agak ragu. Nampaknya inilah akhir dari band gue yang baru terbentuk tadi pagi.
“Gue apa nov?” tanya gue nggak sabar. Dan jawaban Novia yang sontak membuat kami sangat terkejut.
“Gue mau bangeeet!” jawaban itulah yang membuat gue kembali bersemangat.
“Tapi..” Novia kembali berkata ragu.
“Tapi apa nov?” tanya Wawan.
“Tapi gue… tapi gue… tapi gue…. tapi gue udah nggak sabar lagi buat cepet-cepet latihan sama kalian! Hahaha!” Novia memang pandai bercanda. Sudah dua kali dia membuat jantung gue hampir copot.
“Tanya sendiri tuh sama anaknya.” Wawan menyuruh gue untuk langsung bertanya ke Novia. Kebetulan Novia juga anggota paskibra kecamatan. Setelah Novia mendekati kami, gue langsung membuka percakapan.
“Halo Novia. Apa kabar?” gue mencoba bosa-basi terlebih dahulu.
“Baik. Kata Wawan gue disuruh ikutan grup band kalian ya?” tanya Novia langsung ke pokok pembicaraan.
“Iya nov. Gimana? Kamu mau nggak?” balas gue ke Novia.
“Sebenarnya sih gue…” Novia menjawab dengan nada agak ragu. Nampaknya inilah akhir dari band gue yang baru terbentuk tadi pagi.
“Gue apa nov?” tanya gue nggak sabar. Dan jawaban Novia yang sontak membuat kami sangat terkejut.
“Gue mau bangeeet!” jawaban itulah yang membuat gue kembali bersemangat.
“Tapi..” Novia kembali berkata ragu.
“Tapi apa nov?” tanya Wawan.
“Tapi gue… tapi gue… tapi gue…. tapi gue udah nggak sabar lagi buat cepet-cepet latihan sama kalian! Hahaha!” Novia memang pandai bercanda. Sudah dua kali dia membuat jantung gue hampir copot.
Kemudian kami melanjutkan percakapan hingga sore hari. Kami saling bertukar pikiran lagu apa yang bakalan kami garap nanti. Setelah beberapa lama bercerita, gue jadi tahu apa saja genre musik yang disukai oleh masing-masing teman gue. Kalau Arya, dia adalah pemuda berwajah tua yang menyukai lagu mellow. Lagu-lagu sedih gitu deh pokoknya. Sedangkan Wawan adalah cowok pendiam yang sangat menyukai lagu-lagu reggae. Kalo disuruh nge-drum ala reggae sudah pasti dia bisa. Tapi kalo lagu selain reggae gue belum tahu dia bisa apa nggak. Lanjut ke Satrio ‘si gagah’, dari tampangnya berpakaian, sudah kelihatan bahwa dia anak hardcore. Topi hardcore, sepatu hardcore, jaket hardcore, dan kawan-kawan hardcore lainnya. Kalau ada band hardcore manggung di daerah Semarang, dia pasti nggak bakalan absen buat goyang mosphit. Dia sangat ngefans dengan Asking Alexandria. Vokalis band Novia, dia sangat suka lagu RnB. Suaranya saja persis Raisa, jadi nggak usah ditanya lagi. Sedangkan gue sendiri, tadi gue udah bilang kalau gue suka sama musik pop punk. Musik penghilang rasa galau karena kejombloan gue dan musik yang mempunyai seni lebih tinggi dibanding musik-musik lainnya menurut gue. Dari genre sudah kelihatan bahwa kita semua berbeda. Tapi ini nggak menyurutkan semangat kita untuk bersatu menuju satu bentukan Band luar biasa.
Target pertama kita adalah manggung di acara wasana warsa sekolah. Lagu yang bakalan kita garap adalah lagu-lagu jadul yang notabenya mudah untuk dibawain nanti. Lagu pertama dan kedua adalah lagu milik band Cokelat, yang judulnya Karma dan Bendera. Dan lagu terakhir yang bakal kita bawakan adalah lagu milik Killing Me Inside, yang berjudul Biarlah.
Latihan pertama akhirnya tiba, kita semua sudah mempersiapkan diri masing-masing sebelumnya. Dari Arya dan Satrio yang sibuk mainin gitar, Novia yang menghafal lagu-lagu, Wawan yang sibuk mukulin ember (maklum di rumah nggak ada drum). Sedangkan gue, gue sebenarnya masih ragu bisa mainin bass apa enggak. Sampailah pada waktunya band kita masuk ke studio untuk pertama kalinya.
“Gimana? Udah siap semua?” tanya gue ke temen-temen.
“Udah dong! Novia udah hafal lagunya?” jawab Satrio yang kemudian bertanya ke Novia. Nampaknya di antara Novia dan Satrio ada sesuatu yang berbeda. Bisa-bisa mereka terjalin cinta lokasi di band ini.
“Udah kok! Yuk ready!”
“Udah dong! Novia udah hafal lagunya?” jawab Satrio yang kemudian bertanya ke Novia. Nampaknya di antara Novia dan Satrio ada sesuatu yang berbeda. Bisa-bisa mereka terjalin cinta lokasi di band ini.
“Udah kok! Yuk ready!”
Hasil dari latihan bulan pertama cukup memusingkan, latihan bulan kedua juga sama memuleskan. Latihan bulan ketiga ada kemajuan, tetapi masih kurang klop dan banyak masukan-masukan yang bertentangan yang membuat lagunya nggak jadi-jadi. Tanpa disangka, Arya yang jago metik gitar akustik murahan di rumah malah nggak bisa sama bagusnya ketika metik melody di dalam studio. Satrio sudah bagus sama Novia. Kalau Wawan masih kaku, tapi yang lebih kaku lagi adalah gue. Ini adalah pengalaman pertama gue megang bass selama berbulan-bulan dan belum begitu tahu tekniknya. Hasil akhirnya adalah tangan gue yang selama tiga bulan ini bertambah besar karena kapalan.
“Gimana nih men? Wasana warsa tinggal tiga bulan lagi masak kita masih kayak gini. Kirain bakal langsung luar biasa, kalau kayak gini mah kita kalah jauh sama dead duck rock apalagi sama stand up reggae!” Satrio mulai memikirkan nasib band. Dan akhirnya gue dapat ide.
“Udah tenang aja, kita baru aja bersama-sama, genre kita juga beda-beda, kalau gagal ya maklum. Gimana kalau bulan ini nggak usah masuk studio dulu. Kita fokus ngaransemen dulu di rumahnya novia, temuin komposisi yang pas buat kita. Kalau udah mantep baru masuk ke studio. Gimana?”
Semuanya setuju dengan ide gue. Bulan keempat, band gue latihan di rumah novia, dengan 3 gitar dan beberapa ember untuk Wawan, kita coba menyelaraskan kemampuan kita. Dan bulan kelima kita kembali masuk ke studio.
“YUK READY!!” teriak semuanya.
“Udah tenang aja, kita baru aja bersama-sama, genre kita juga beda-beda, kalau gagal ya maklum. Gimana kalau bulan ini nggak usah masuk studio dulu. Kita fokus ngaransemen dulu di rumahnya novia, temuin komposisi yang pas buat kita. Kalau udah mantep baru masuk ke studio. Gimana?”
Semuanya setuju dengan ide gue. Bulan keempat, band gue latihan di rumah novia, dengan 3 gitar dan beberapa ember untuk Wawan, kita coba menyelaraskan kemampuan kita. Dan bulan kelima kita kembali masuk ke studio.
“YUK READY!!” teriak semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar